Sabtu, 14 April 2012

Khilafah Islamiyah, Daulah Islam


Khilafah Islamiyah (Daulah Islam)

Daulah Islam adalah suatu negara yang menerapkan sistem Islam.  Jadi bukan negara hanya unruk orang Islam saja, seluruh warganya baik yang Islam maupun non Islam dijamin hak-haknya oleh negara / khalifah. maka kalau ada khalifah sewenang - wenang terhadap warganya yang bukan non Islam maka wajib dilawan.
Khilafah atau Imamah adalah pengaturan tingkah laku secara umum atas kaum Muslim, artinya Khilafah bukan bagian dari akidah, tetapi bagian dari hukum syariah. Dengan demikian, Khilafah adalah masalah cabang yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan hamba. Mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban seluruh kaum Muslim dan tidak halal bagi mereka hidup selama tiga hari tanpa adanya bai’at. Jika kaum Muslim tidak memiliki khalifah selama tiga hari maka seluruhnya berdosa hingga mereka berhasil mengangkat seorang khalifah. Dosa tersebut tidak akan gugur hingga mereka mencurahkan segenap daya dan upaya untuk mengangkat seorang khalifah dan memfokuskan aktivitasnya hingga berhasil mengangkatnya. Tapi sekarang kaum Liberal, Prularis, Demokratis dan sejenisnya bahkan dari Golongan Umat Islam yang mengaku pengikut sunnah dan penghidup sunnah juga terang-terangan menolak Khilafah Islamiyah dengan alasan tidak ada dalil dalam alquran dan sunnah. meeka mengagungkan demokrasi dan paling tidak membiarkan dalam hidup demokrasi kufur bagi golongan Islam yang mengaku bersunnah tersebut.


Padahal pemakaian Istilah Demokrasi Islam pun tidak ada di dalam Al Qur’an. Kalau kita telusuri lebih jauh yang terjadi malah sebaliknya, Allah berfirman di berbagai surat bahwa mengambil mayoritas suara sebagai sebuah kebenaran justru identik dengan kesesatan, karena kebanyakan manusia penuh dengan kelemahan.
“Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah (Qs. al An’aam:116)
“.. dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu lengah terhadap tanda tanda kekuasan Kami”(Qs.Yunus:92)
“..dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu benar benar fasiq” (Qs. Al Maa’idah: 49)
“ ..Sedikit sekali kalian beriman kepadanya. (Qs.Al Haaqqah:41)
“ Sedikit sekali dari hamba-Ku yang bersyukur.” (Qs.Saba’:13)
Selanjutnya penjelasan Khilafah yang tidak memiliki dasar di dalam Al Qur’an sama sekali tidak betul. Kalau kita telusuri dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama, maka kita akan menemui bahwa penjelasan menganai Khilafah banyak dibahas dalam Al Qur’an. Imam Qurthubi, misalnya, ketika menafsirkan Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi,
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Beliau menyatakan bahwa Surat Al Baqarah ayat 30 secara pokok menegaskan tentang aturan mengangkat imam dan khalifah untuk didengar dan dita’ati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan, melalui khalifah, hukum-hukum tentang khalifah.
Khilafah juga berasal kha-la-fa yang berarti kepemimpinan. Hal ini terdapat dalam makna berbagai makna. Pertama, Generasi pengganti (Al-A’raf: 169, Maryam: 59). Kedua, Suksesi generasi dan kepemimpinan (al-An’am: 165, Yunus: 14 dan 73, Fathir:39). Ketiga, Proses dan janji pemberian mandat kekuasaan dari Allah (an-Nur:55). Keempat, Pemegang mandat kekuasaan dan kewenangan dari Allah (al-Baqarah:30, Shad:26). Jadi, kata khilafah atau khalifah dalam arti kepemimpinan jelas ada dalam al-Quran.
Selanjutnya, Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisaan al-‘Arab menjelaskan bahwa kata imam juga memiliki arti tujuan atau maksud, jalan dan agama, megimami atau maju menjadi pemimpin/imam bagi mereka. Dari sini kita akan mendapatkan informasi tentang khilafah dengan menelusuri ayat-ayat yang mengandung kata imam.
Hal ini juga diamini oleh Imam Ar Razi. Dalam kitabnya, Mukhtar Ash-Shihah, ia mengatakan bahwa Khilafah atau Imamah ‘Uzhma, atau Imaratul Mukminin semuanya memberikan makna yang satu atau sama, dan menunjukkan tugas yang satu, yakni kekuasaan tertinggi bagi kaum muslimin. Ucapan Ar Razi akan sangat definitif dengan pemaknaan Khilafah Islamiyah.
Maka itu, jika penggunaan kata Imam simetris dengan khilafah, maka dari hal ini kita bisa melihat bahwa di dalam Al Qur’an kata imam terulang sebanyak tujuh kali. Dari tujuh ayat tersebut terlihat hanya ada dua yang bernada sama dan dapat dijadikan rujukan dalam persoalan khilafah, yaitu yang berkategori pemimpin dalam kebajikan. Kedua ayat tersebut terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 124 dan QS. Al-Furqan ayat 74.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqoroh [2]: 124)
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqon [25]: 74)
Oleh karena itu saudaraku, kebenaran bisa dicapai dengan ilmu. Penguasaan suatu ilmu akan memudahkan kita menerima kebenaran Allah. Ilmu pun akan kuat jika dibarengi tauhid yang lurus pula dan jauh dari kemaksiatan. Justeru karena kita diberikan hikmah kemerdekaan oleh Allah SWT, kita harus bersyukur dengan menjalankan seluruh perintahnya, menegakkan hukum Allah, dan menjauhi hukum thaghut, bukan sebaliknya.
Sebab banyak orang yang sudah faham Khilafah dan Syariat Islam hanya karena kepentingan pribadi dan kelompoknya, maka ia pura-pura tidak mengetahuinya. Menyatakan Khilafah ide lapuk dan syariat Islam adalah masa lalu. Semoga kita dihindari dari tipikal orang-orang fasiq dan kufur seperti itu.
”Akan berlangsung nubuwwah (kenabian) di tengah-tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya (berakhir) bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung khilafah menurut manhaj kenabian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung para Mulkan ‘Aadhdhon (para penguasa yang menggigit) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsungkepemimpinanMulkan Jabbriyyan (para penguasa yang memaksakan kehendak) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian akan berelangsung kembali khilafah menurut manhaj kenabian. Kemudian beliau berhenti”. (AHMAD – 17680)


Kewajiban mengangkat seorang khalifah ditetapkan berdasarkan al-Quran, as-Sunah dan Ijmak Sahabat. Allah Swt. telah memerintahkan Rasul saw supaya menjalankan pemerintahan di tengah-tengah kaum Muslim dengan wahyu yang telah Dia turunkan kepadanya (QS al-Maidah [5]: 49). Seruan kepada Rasul saw. adalah seruan untuk umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan bagi Beliau saja. Dalam hal ini tidak ada dalil yang dimaksud, sehingga seruan tersebut ditujukan bagi seluruh kaum Muslim untuk mendirikan pemerintahan.

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah, maka dia pasti akan bertemu Allah pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah bagi-Nya. Siapa saja yang mati dan tidak ada baiat di pundaknya maka dia mati dalam keadaan mati Jahiliah. (HR Muslim).
Ijmak Sahabat juga telah menjadikan hal yang paling penting bagi mereka setelah wafat Nabi saw. adalah mengangkat seorang khalifah. Hal ini berdasarkan riwayat yang ada dalam dua kitab sahih dari peristiwa Saqifah Bani Saidah. Demikian juga setelah kematian setiap khalifah, secara mutawatir telah sampai adanya Ijmak Sahabat tentang kewajiban mengangkat seorang khalifah, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang paling penting. Hal itu dianggap sebagai dalil yang qath‘i. Ada juga Ijmak Sahabat yang mutawatir tentang ketidakbolehan kosongnya umat dari seorang khalifah pada satu waktu tertentu. Karena itu, wajib bagi umat mengangkat seorang khalifah atau menegakkan Khilafah. Seluruh umat diseru dengan kewajiban tersebut sejak awal wafat Nabi saw. hingga tibanya Hari Kiamat.
Dalam konteks Ijmak Sahabat mengenai kewajiban untuk mengangkat seorang khalifah ini terlihat jelas dari apa yang telah Sahabat lakukan dengan mendahulukan mengangkat seorang khalifah dan membaiatnya daripada memakamkan jenazah Rasul saw. Hal ini juga tampak jelas dari tindakan Umar bin al-Khaththab saat dia ditikam dan sedang menjelang kematian. Kaum Muslim meminta kepadanya untuk menunjuk pengganti, namun beliau menolak. Mereka sekali lagi meminta kepadanya. Lalu akhirnya beliau menunjuk sebuah tim yang beranggotakan enam orang. Dengan kata lain, dia telah membatasi pencalonan sebanyak enam orang yang akan dipilih dari mereka seorang khalifah. Dia tidak mencukupkan diri dengan keputusan itu, tetapi membuat batas waktu bagi mereka, yaitu tiga hari. Kemudian beliau berpesan, jika ada yang tidak sepakat terhadap seorang khalifah setelah tempo tiga hari, maka bunuhlah orang tersebut. Dia juga mewakilkan kepada mereka siapa yang akan membunuh orang yang tidak sepakat tersebut, padahal mereka adalah ahlu syurga dan Sahabat Besar. Mereka adalah Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Saad bin Abi Waqash. Apabila mereka membunuh salah seorang di antara mereka sendiri manakala ia tidak sepakat untuk memilih seorang khalifah, hal itu menunjukkan adanya kepastian yang harus dipegang erat untuk memilih seorang khalifah.

Demikianlah, menegakkan Daulah Islamiyah/Khilafah Islamiyah adalah wajib atas seluruh kaum Muslim. Hal tersebut telah ditetapkan berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat.
Kesimpulan :
  1. Khilafah adalah perkara wajib dan merupakan bagian dari syariah Islam bukan syariah kafir.
  2. Khilafah adalah negara berdasarkan Islam, bukan untuk orang Islam saja.
  3. Khilafah Islam menjamin hak-hak warganya yang bukan non Islam.
  4. 3 perkara yang tidak boleh ditunda-tunda dalam Islam salah satu diantanya yaitu :

  • Mengurus jenazah harus cepat-cepat menguburnya
Waktu nabi Muhammad meninggal semua sahabat berpendapat (ijma` sahabat). harus cepat-cepat menentukan khalifah rasulullah (pengganti Muhammad) bukan menguburnya dulu, padahal mengubur adalah perkara syariah Islam yang hukumnya Fardhu kifayah dikalahkan dengan menentukan penentuan Khilafah Islam.

Hal ini menunjukan kewajiban yang mutlak untuk menegakkan khilafah Islam, bila di Indonesia menolak khilafah Islam, khilafah Islam akan tetap berdiri dan akan menundukkan dunia termasuk negara Arab Saudi, dengan kita atau tanpa kita Khilafah Islam akan segera berdiri di muka bumi ini, seperti yang dijanjikan oleh Allah dan rasulnya.