BAB – I
Bagaimana
apabila ada kerabat, orang tua atau teman yang mengalami sakit dan sudah
mendekati ajal, apa saja yang perlu kita lakukan untuk si sakit menjelang
ajal dan ketika sudah meninggal dunia. Banyak hal-hal yang perlu kita ketahui
dan banyak pula pekerjaan-pekerjaan yang tidak ada dalam islam (mitos).
Berikut ini cara yang sesuai dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
Rasulallah
S.A.W. sangat menganjurkan kepada para penjenguk orang sakit itu mengajarkan
kepada orang yang sakitnya mendekati ajal untuk membaca “La ilaaha
illallah”. Hal ini berlaku juga dengan orang yang berbeda agama, baik
mereka beragama kristen, budha maupun hindu. Maka seorang muslim yang
menjenguknya jika memungkinkanbaginya mengajarkan
kepada kalimah “Laa ilaaha illallah” , maka
ajarkanlah kalimat tersebut kepada sebagai bagian dari dakwah baginya.
Sedangkan perbedaan agama tersebut jangan menjadi penghalang untuk
mengajarkan kalimah tersebut. Tindakan ini adalah langkah dakwah terakhir
baginya. Jika ia mau maka selamatlah dia, namun jika tidak maka itu adalah
keputusan dirinya.
Yang harus diperhatikan ketika seorang muslim mengajarkan kalimah “Laa ilaaha illallah” ini kepada si sakit, maka hendaklah pada saat membisikkan kalimah tersebut ke telinga si sakit jangan lah terlalu sering sehingga menimbulkan kejengkelan bagi orang yang sakit tersebut. Tapi hendaknya dia membisikkan dengan jarak waktu yang cukup lama, sehingga mudah-mudahan dengan segala izin Nya orang yang sakit tersebut dapat mengucapkan dengan baik.
Beberapa
hadits yang menjelaskan hal tersebut diatas sebagai berikut :
Hadits 1 :
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ وَأَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالاَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص...; َلقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ - رَوَاهُ مُسْلِمْ وَاْلاَرْبَعَةُ
Dari Abi
Sa’id dan Abi Hurairah berkata : Bersabda Rasulullah S.A.W, “Ajarilah
oleh kamu orang yang hampir meninggal dari antara kamu “ Laa ilaa-Ha
ill-Allah” (H Riwayat Muslim dan Empat).
Hadits 2 :
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ ; قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص...;
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ , فَاِنَّهَا تَهْدِمُ مَا
قَبْلَهَا مِنَ الْخَطَايَا - رَوَاهُ اِبْنُ أَبِيْ الدُّنْيَا
Dari
Hudzaifah berkata : Bersabda Rasulullah S.A.W, : “Ajarilah orang-orang yang
hampir meninggal dari antara kamu “Laa ilaa-Ha illallah”, karena hal itu akan
menghapus dosa-dosa sebelumnya. (H Riwayat Ibnu Abi Dunya).
Hadits 3 :
وَفِيْ رِوَايَةِ ابْنِ حِبَّانَ بِلَفْظٍ ; فَاِنَّهُ
مَنْ كَانَ أَخِرُ قَوْلِهِ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ يَوْمًا
مِنَ الدَّهْرِ وَاِنْ أَصَابَهُ مَا أَصَابَهُ قَبْلَ ذَالِكَ
Dan dalam
riwayat Ibnu Hibban dengan lafazh : “Maka barangsiapa di akhir ucapannya “Laa
ilaa-Ha illallah” niscaya ia akan masuk surga pada suatu hari dari suatu
masa, sekalipun ia harus menerima siska sebelum itu.
Dari 3
hadits diatas yang telah dikemukakan nampak bahwa betapa Rasulullah S.A.W.
sangat menganjurkan kepada para penjenguk orang sakit itu agar mengajarkan
kalimat “Laa ilaa-Ha illallah” apabila sudah mendekati ajal.
Do’a bagi yang terkena musibah :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ ; سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ ص..; يَقُوْلُ ; مَامِنْ عَبْدٍ تُصِيْـبُهُ مُصِيْـبَةٌ فَيَقُوْلُ ;
اِنَّا لِلَّهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ , اَلَّلهُمَّ أَجِرْنِي فِى
مُصِيْبَيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا , اِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ تَعَالَى
فِيْ مُصِيْبَةِ وَأخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا . قَالَتْ ; فَلَمَّا تُوُفِّيَ
أَبُوْ سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِيْ رَسُوْلَ اللهِ ص.., فَاخْلَفَ اللهُ
لِيْ خَيْرًا مِنْهُ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Ummu
Salamah berkata : Saya mendengar Rasulullah S.A.W bersabda : “Tidaklah
seseorang hamba yang mendapat suatu musibah lalu ia berkata :
Innaa : Sesungguhnya kami
Lillaahi : Kepunyaan ALLAH
Wa
innaa : Dan
sesungguhnya kami
Ilaihi
raaji’uun
: Hanya
kepada Nya kembali
Allahumma : Ya ALLAH
Ajirnie : Berilah aku pahala
Fii
mushiibathii : Dalam
musibahku ini
Wakhluflii : Dan
gantilah bagiku
Khairan : Dengan
yang lebih baik
Min
haa : dari padanya.
Melainkan
ALLAH Ta’ala akan memberi pahala kepadanya dan (niscaya) ALLAH akan
menggantikan baginya dengan yang lebih baik dari padanya. Ummu Salamah
berkata : Maka tatkala Abu Salamah wafat, aku berkata sebagaimana yang
Rasulullah perintahkan kepadaku. Maka ALLAH menggantikan bagiku dengan yang
lebih baik dari padanya (yaitu) Rasulullah S.A.W, (H Riwayat Muslim).
Apabila
yang sakit itu ditakdirkan ALLAH SWT meninggal dunia, maka hendaklah ia
menutupkan matanya. Hal ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW.
Adapun
keterangan hadits adalah sebagai berikut :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ ; دَخَلَ رَسُوْلَ اللهِ
ص..; عَلَى أَبِيْ سَلَمَةَ وَقَدْ شَقَّ بَصَرُهُ فَأَغْمَضَهُ , ثُمَّ قَالَ ;
اِنَّ الرُّوْحَ اِذَا قُبِضَ أَتْبَعَهُ الْبَصَرُ - رَوَاهُ
مُسْلَمٌ
Dari Ummu
Salamah berkata : Rasulullah SAW telah masuk (melihat) Abu Salamah (ketika
wafatnya), sedangkan matanya (Abu Salamah) terbuka. Maka Rasulullah
menutupkannya, kemudian bersabda : “Sesungguhnya ruh itu apabila diambil
(maka) pandangan mengikutinya”. (H Riwayat Muslim).
عَنْ عَا ئِـشَةَ قَالَتْ ; أَنَّ النَّبِيَّ ص..;
حِيْنَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ - رَوَاهُ البُخَاِريْ
وَالْمُسْلِمٌ
Dari
Aisyah berkata : “Sesungguhnya Nabi SAW, ketika wafatnya ditutup dengan
Burdah hibaroh (H Riwayat Bukhari dan Muslim).
Lebih
khusus lagi bahwa jenazah itu hendaknya diletakkan dengan posisi mengarah ke
kiblat. Membaringkannya diatas lambungnya yang kanan seperti posisi sekarang
yang hendak tidur atau seperti posisi seseorang dalam kubur, kepala berada di
arah Utara.
Hal ini
didasarkan pada riwayat hadits berikut ini :
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ أَنَّ اْلبَرَأَ بْنَ
مَعْرُوْرٍ أَوْصَى أَنْ يُوَجِّهَ لِلْقِبْلَـةِ اِذَا احْتُضِرُ وَاَنَّ
الَّنبِيَّ ص ; قَالَ; أَصَابَ الْفِطْرَةَ - رَوَاهُ الْبَيْهَقِيَ
وَالْحَاكِمُ
Dari Abi
Qotadah bahwa al-bara bin ma’rur berwasiat agar ia dihadapkan ke kiblat
apabila ia hampir meninggal. Lalu Nabi SAW, bersabda : Ia telah berbuat
sesuai dengan fithrah. (H. Riwayat Al-Baihaqie dan Al Hakim).
عَنْ عَائِـشَةَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ دَخَلَ فَبَصَرَ
بِرَسُوْلِ اللهِ ص; وَهُوَ مُسَجَّى بِبُرْدِهِ ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ
وَأَكَبَ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ - رَوَاهُ أَحْمَدْ وَالْبُخَارِيْ وَالنَّسَائِي
Dari
Aisyah, bahwa Abu Bakar masuk (menjenguk Nabi) lalu ia melihat Rasulullah SAW
yang di tutup dengan burdahnya. Kemudian ia membukanya pada (bagian) mukanya
dan ia merunduk padanya lalu menciumnya. (H. Riwayat Ahmad, Bukhari dan
An-Nasai).
Banyak di
kalangan masyarakat kita yang berpendapat bahwa “apabila ingin mencium
jenazah tidak boleh terkena dengan air mata ?”
Perhatikan
hadits berikut ini :
عَنْ عَائِـشَةَ قالت ; قَبَّلَ رَسُوْلِ اللهِ ص;
عُثْمَـانَ بْـنَ مَظْعُوْنِ وَهَوَ مَيِّتٌ ، حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوْعَ
تَسِيْلُ عَلَى وَجْهِهِ - رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِي
Dari
Aisyah berkata, Rasulullah SAW mencium Utsman bin Mazh’un setelah wafatnya, hingga
aku lihat air matanya mengalir pada wajahnya. (H. Riwayat Ahmad, Ibnu
Majah dan Tirmidzi).
Demikian, agama membolehkan untuk mencium dan menangis karena sedihnya ditinggal oleh orang yang dicintainya, selama menangis nya tidak berlebih-lebihan, seperti sambil memukul-mukul, berteriak-teriak, sebagaimana hal itu dilakukan oleh orang-orang pada zaman Jahiliyyah.
Pada saat
kita berta’ziah janganlah menceritakan hal-hal buruk yang berkaitan dengan si
mayit. Hal ini tidak di izinkan oleh agama bahkan dalam satu riwayat hadits
disebutkan bahwa para malaikat akan mengaminkannya.
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ ; قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص، اِذَا حَضَرْتُمْ مَوْتَاكُمْ فَاَغْمِضُوْا الْبَصَرَ ، فَاءِنَّ
الْبَصَرَ يَتْبَعُ الرُّوْحَ ، وَقُوْلُوْا خَيْرًا فَاءِنَّهُ يُؤَمِّنُ عَلَى
مَا قَالَ أَهْلُ الْمَيِّتِ - رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ
Dari
Syaddad bin A’us berkata : Rasulullah SAW bersabda : Apabila kamu menghadiri
orang meninggal, maka tutupkanlah matanya karena sesungguhnya mata itu
mengikuti ruh dan berkatalah kamu yang baik (tentang jenazah tersebut) karena
sesungguhnya malaikat mengaminkannya apa-apa yang ahli bait katakana. (H.
Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
Ada hadits lain yang serupa dengan riwayat hadits diatas yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Adapun hal
lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah tentang membaca surat Yasin di
tempat orang yang meninggal dunia.
Dalam
suatu keterangan dijelaskan sebagi berikut :
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارِ قَالَ ; قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص، ; اقْـرَأُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ - رَوَاهُ أَبُودَاوُدَ وَابْنُ
مَاجَهْ وَأَحْمَدُ
Dari
Ma’qil bin Yasar berkata : Bersabda Rasulullah SAW : Bacalah oleh kamu Yaa
Sien atas orang yang meninggal dari kamu. (H Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan
Ahmad).
Keterangan :
Hadits lain yang serupa dengannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh
An-Nasai dan Ibnu Hibban. Namun Ibnul Qathan mengatakan bahwa hadits tersebut
ber-‘illat (berpenyakit).
Ibnul Qathan mengatakan bahwa hadits ini adalah “Idl-tirab” (goncang),
Maukuf (tidak sampai kepada Nabi SAW) dan juga dalam sanadnya ada orang yang
bernama Abi Utsman dan bapaknya, dimana ke dua orang ini Majhul (tidak
dikenal oleh para ahli hadits).
Ad-Daruquthnie berkata : Hadits ini dhoif (lemah) sanadnya dan matan
(isi) haditsnya juga Majhul (tidak dikenal). Ada hadits lainyang juga serupa,
tapi tidak lepas dari celaan para ahli hadits (Nailul Authar IV:25).
Karena hadits-hadits ini tidak sah, maka tentu saja tidak perlu
diamalkan.
Hutang Piutang jenazah
Masalah
hutang piutang perlu diperhatikan oleh keluarga jenazah. Hal ini tentunya
tidak kalah penting dengan hal-hal diatas.
Bayarlah
hutang itu dari kekayaan yang ditinggalkannya sebelum dibagikan sebagai
waris. Ini sangat penting untuk diri si mayit kelak dikemudian hari di
hadapan ALLAH SWT.
Rasulullah
SAW tidak mau men-sholat-kan jenazah yang mempunyai hutang yang belum
diselesaikan oleh keluarganya atau yang lainnya.
Perhatikan
hadits yang menjelaskan tentang hutang :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص : قَالَ :
نَفْسُ الْمُؤ مِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ – رَوَاهُ
اَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيْ
Dari Abu
Hurairah dari Nabi SAW bersabda : Nyawa seorang mu’min itu bergantung dengan
hutangnya hingga hutangnya dibayar. (H Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan
Tirmidzi).
Di dalam Al Qur’an disebutkan juga tentang hutang piutang jenazah yang terdapat di dalam surat An Nisaa (4) ayat ke 11 dan 12. Dalam ayat tersebut disebutkan secara berturut-turut.
مِنْ بَّعْدِ وَصَيَّةٍ يُوْصَى بِهَا أَوْدَيْنٍ
Setelah
(dilaksanakan) wasiat yang ia wasiatkan dan sesudah (dibayar) utangnya. (q.s.
An Nisaa (4) : 11-12)
Materi
berikutnya : "MEMANDIKAN JENAZAH"...........
(Dikutip
dari buku PELATIHAN MENGURUS JENAZAH Oleh : Ust Mansur Ali)
|
Menyampaikan Dakwah Bukan Untuk Mempertajam Perpecahan Tapi Penyatuan Umat & Tasamuh, Islam Bagi Buih Dan Sedang Didzolimi
Rabu, 15 Februari 2012
TATA CARA MENGURUS JENAZAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar