Jumat, 10 Agustus 2012

Orang Puasa Selalu Membuat Sejarah


Orang Puasa Selalu Membuat Sejarah
Oleh: Dr Hidayat Nur Wahid
Presiden Partai Keadilan

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.(QS.Al-
Baqarah: 183).* Puasa mengajarkan kepada kita bahwa kita adalah mahluk
sejarah yang berperan aktif dalam pembentukan sejarah kehidupan manusia.
Manusia bukanlah sosok yang tiba-tiba datang dari langit yang kemudian
datang ke bumi atau sosok yang datang dari suatu tempat yang tidak
diketahui latar belakangnya sehingga kita tak perlu peduli tentang apa yang
akan diperbuatnya dimasa mendatang, dan bukan pula sosok yang kemudian
tanpa jati diri dan dicitrakan dengan mengidentikkan umat Islam adalah
teroris sebagaimana yang dituduhkan saat ini. Semua tuduhan negatif itu
mungkin bisa terjadi kalau umat Islam itu tidak memiliki latar belakang
sejarah yang jelas. Umat Islam adalah ummat yang memiliki jati diri dan
sejarah yang jelas. Makanya seseorang itu tidak bisa dikaitkan secara
langsung dengan Islam seandainya prilakunya sangat jauh atau tidak sesuai
dengan prilaku standar sejarah umat Islam dimasa lalu. Dalam QS Al
Baqarah ayat 183-184 Allah SWT berfirman bahwa pewajiban adanya puasa
di bulan Ramadhan ini adalah kewajiban yang telah terjadi sebelum anda.
Anda bisa bermakna dua, pertama anda bermakna masyarakat Rasulullah
SAW yang dahulu mendapatkan wahyu Allah SWT saat itu, dan karenanya
bermakna umat-umat beragama sebelum datangnya Islam, ada agama
Yahudi, ada agama Nasrani, yakni agama Yahudi dan Nasrani yang benar
yang mengenal pensyariatan puasa, meskipun bentuknya berbeda dengan
pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Tapi secara prinsip syariat puasa telah
diperintahkan oleh Allah SWT. Ini juga yang mengkaitkan bahwa
sesungguhnya agama Islam bukanlah agama yang ingin tampil asal beda,
tapi agama Islam adalah agama yang siap melanjutkan hal-hal yang positif
yang ada pada ajaran-ajaran agama Samawi yang sebelumnya ada.
Karenanya Islam juga melanjutkan agenda Allah yang besar seperti prinsip
tauhid (keesaan Allah). Karenanya Islam juga mengakui ajaran kenabian
seperti dalam ajaran agama samawi lainnya. Islam juga mengakui adanya
ajaran kitab suci, Islam juga mengajarkan tentang pentingnya ahlaq, dll.
Yang jelas Islam ini bukanlah agama jadi-jadian yang tidak jelas jati diri dan
latar belakang sejarahnya. Atau agama yang asal beda. Tapi Islam adalah
agam yang melanjutkan ajaran-ajaran yang positif yang telah dibawa oleh
agama samawi sebelum Islam, yang termasuk didalamnya adalah ibadah
saum di bulan Ramadhan. Jadi jika minqoblikum disini diartikan sebagai
umat nabi Muhammad, maka ummat nabi Muhammad (umat Islam) ini
adalah yang melanjutkan peran sejarah yang dahulu pernah dilakukan oleh
umat sebelum Islam dengan adanya perbaikan-perbaikan karena sudah
adanya perubahan-perubahan dari agam tauhid yang dahulu dibawa oleh
nabi Ibrahim AS, Musa AS dan Isa AS. Al Qur?an menyebutkan bahwa nabi
Ibrahim itu bukanlah seorang yang beragam Yahudi, beragam Nasrani bukan
pula orang yang musyrik tapi dia adalah seorang muslim yang muslim, yang
hanif, yang lurus. Begitu juga dengan nabi Musa AS dan nabi Isa AS.
Minkoblikum juga bisa berarti kita sekarang ini, saya dan anda semuanya.
Kita telah diwajibkan Allah berpuasa sebagaimana generasi-generasi sebelum
kita. Ayah kita, kakek kita, buyut kita dan seterusnya. Maknanya adalah
bahwa dinamika tradisi berpuasa melanjutkan peran sejarah itu telah
dilakukan oleh merek-mereka yang hidup sebelum kita sampai kepada nabi
Muhammad SAW. Apakah yang mereka lakukan? Dalam konteks perjalanan
sejarah mereka tidak pernah menjadikan puasa ini sebagai bulan untuk
bermalas-malasan. Sebab sejarah tidak bisa dibuat dengan bermalasmalasan.
Kalaupun ada adalah sejarah kaum pemalas. Tidak ada penemuanpenemuan,
tidak akan ada produk-produk, tidak ada bisnis yang unggul yang
muncul dari para pemalas. Kita semua akan sukses bisnis, sukses kerja
karena oleh mereka yang menghargai waktu, menghargai profesionalitas,
menghargai jati diri, mereka yang bekerja secara efektif dan efesien dan dia
memahami bahwa dia bisa menymbangkan dan menghasilkan sesuatu.
Itulah karakter yang dilakukan oleh orang-orang yang berpuasa dan bisa
membentuk sejarah. Kemalasan bukanlah karakter yang dimiliki oleh
generasi Rasulullah dan para sahabat yang telah berhasil menorah sejarah
yang gilang-gemilang. Puasa Rasulullah dan para sahabat adalah puasa yang
senantiasa diisi oleh pelaksanaan amal soleh yang berlipat ganda. Rasulullah
dikenal sebagai tokoh yang serba positif, serba simpatik, serba proaktif
kepada hal-hal yang membawa kepada kebaikan dan berusaha kuat
menghalau segala kenegatifan. Hal ini bisa terlihat dari kesigapan Rasulullah
dalam menghadapi rongrongan kafir Quraisy yang terkenal dengan perang
Badar. Dalam perang Badr ini terdapat dua peristiwa penting, pertama
terjadinya Alfurkon yakni membedakan mana orang yang komitmen dengan
kebenaran dan mana orang masih komitmen dengan kedzaliman. Dalam
jihad di Badr terlihat jelas mana orang yang komitmen kepada Islam dan
mana orang yang memusuhi Islam termasuk kaum munafik yang menjadi
musuh dalam selimut. Yang terpenting dari Peristiwa Badr ini memunculkan
sebuah ungkapan yang dalam ilmu hadist masih dipertanyakan
keabsahannya, sekalipun dalam tingkat makna tidak salah. ?Kita baru saja
pulang dari jihad kecil (perang Badr) menuju jihad yang paling besar yakni
jihad melawan hawa nafsu?. Tidak mungkin ungkapan ini muncul dari para
pemalas, karena pemalas mendewakan hawa nafsunya. Puasa bukanlah
hanya sekedar memindahkan waktu makan saja, atau bukan juga kegitan
rutinitas tahunan, tapi puasa ini diharapkan bisa memunculkan kesadaran
zati diri bahwa masing-masing diri kita bisa membuat sejarah baru. Makanya
ketika seseorang telah benar-benar mampu melawan hawa nafsunya maka ia
akan mampu meninggalkan kemalasan, dan menghilangkan sifat rakus
dalam dirinya dan mampu meninggalkan sifat korupsi, kolusi dan nepotisme
yang membuat negeri ini semakin carut-marut. Maka ketika semua sifat
negatif bisa dihilangkan dengan mengendalikan hawa nafsunya maka pada
hakekatnya dia sedang membangun fondasi yang kokoh untuk membuat
babak sejarah baru peradaban manusia. Makanya ketika seseorang sedang
melakukan puasa di bulan Ramadhan ini berarti dia sedang melakukan jihad
besar yakni sedang melawan hawa nafsunya. Jangan sampai kata jihad ini
diidentikkan dengan sesuatu yang menyeramkan saja. Yang berkembang
sekarang seolah-olah jihad itu identik dengan pedang yang terhunus yang
menyeramkan. Kita sebagai mahluk sejarah dimulai oleh ucapan Rasulullah
dengan ungkapan kita sesungguhnya sedang melakukan jihad yang akbar
yakni memerangi hawa nafsu. Makanya orang yang sedang berpuasa pada
hakekatnya sedang menyambungkan hubungan dengan dzat Yang Maha
Agung, Maha Kaya, Maha Sempurna, dan begitu juga ketika seseorang
sedang mengumbar hawa nafsunya pada hakekatnya dia sedang
menyambungkan hubungan dengan Syaithan yang serba rendah, serba
lemah dan serba hina dina. Inilah dua kondisi hubungan yang kontradiktif
dan membawa kepada dua konsekuwensi yang berbeda. Orang yang
berhubungan dengan yang baik dia akan kecipratan kebaikan dan orang
yang berhubungan dengan orang yang jelek dia juga akan kecipratan
kejelekannya. Bila jihad besar melawan hawa nafsu ini bisa dilakukan maka
insya Allah akan terbentuklah sejarah peradaban baru membentuk
masyarakat madani yang diidam-idamkan.. Kedua, kesadaran untuk
membuat sejarah peradaban baru ini juga akan muncul selain dengan
jihadun nafs adalah melalui seperti dalam teologi tugas kemanusiaan.
menyimpulkan bahwa sesungguhnya tugas utama manusia itu ada tiga,
pertama merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT sehingga hubungan kita
sangat dekat dan menjauhi dari godaan syaithan, kedua memakmurkan
kehidupan (imaroh), ketiga memunculkan regenerasi bagi umat yang baru
(khilafah fil ardi). Pemahaman sejarah seperti ini akan membawa kita pada
kesadaran bahwa apa yang kita lakukan saat ini adalah akan sangat
bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Apa yang kita produk pada hari
ini seharusnya sesuatu yang akan berdampak positif bagi generasi
mendatang, Kalau dahulu Rasulullah SAW dengan aktifitas berislamnya telah
mampu memunculkan sebuah karsa dan karya yang luar biasa hebat, ketika
beliau telah mampu membebaskan Ka?bah dari belenggu dan lingkaranlingkaran
berhala yang sangat banyak dan terjadi pada bulan Ramadhan
pula, sehingga saat kita semua shalat menghadap kiblat/ka?bah yang telah
terbebas dari patung itu, sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengajarkan
kepada kita bahwa prilaku pada suatu bangsa atau suatu masa itu akan
berdampak kepada generasi berikutnya. Kita bisa membayangkan kalau
Rasul gagal membebaskan Ka?bah dari berhala-berhala itu, bagaimana kita
bisa menimbulkan ketauhidan yang benar kalau shalat saja kita menghadap
kepada kiblat yang dipenuhi kemusrikan. Setelah berhasil membersihkan
ka?bah dari berhala, Rasul kemudian tidak merubahnya dari bentuk yang
berkaitan dengan kehidupan sosial pada masa itu, kemudian ia berkata
kepada Aisyah : Kalaulah bangsamu bukan bangsa yang terlepas dari
hubungan kejahiliyahan maka Ka?bah ini pasti akan aku rubah secara total
dan akan aku kembalikan kepada aslinya seperti saat pertama dibangun oleh
nabi Ibrahim AS. Hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW karena
mempertimbangkan sosiologi masyarakat Mekkah saat itu. Karenanya dalam
upaya memunculkan sejarah baru memahami sosiologi masyarakat kita
adalah merupakan sebuah hal yang niscaya. Kita tidak bisa membayangkan
apabila kita berusaha memunculkan sejarah baru dalam kehidupan ini, ingin
memakmurkan dunia ini, kemudian kita melepaskan diri dari faktor sosial
kita, itu merupakan hal yang tidak mungkin. Upaya kita untuk menyadari
bahwa kita punya tugas sejarah bisa dilakukan melalui peran individual kita
dengan memunculkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan, dan
bermanfaat bagi generasi mendatang. Dan itu semua adalah faktor sosial.
Makanya kita khawatir diera reformasi ini, yang sebagian pejabatnya
mengatakan tak usah pusing-pusing lah tambah utang saja dan ngutang
terus, kan yang bayar nanti bukan kita tapi adalah generasi mendatang.
Itulah pikiran destruktif yang bisa membebani dan menghancurkan generasi
mendatang. Seharusnya negara ini yang kaya raya ini harus makmur bukan
malahan seperti tikus yang mati di lumbung padi. Seharusnya kita berpikir
seperti negara Sudan, meskipun negaranya diembargo, tapi dia mampu
bangkit dan hidup mandiri dan rakyatnya lebih sejahtera. Puasa adalah
traning langsung dari Allah SWT untuk mempersiapkan orang-orang yang
akan membuat sejarah baru kehidupan. Berulang kali kita melakukan saum
Ramadhan, maka mudah-mudahan pada tahun ini kita bisa memaksimalkan
peran sejarah kita. [Dar] Versi Cetak | Kirim ke rekan Copyright © 1999-
2005 DPP PK Sejahtera | Redaksi | Info Iklan | DonasiWeb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar